TOMCAT -> My Unique Experience
Kali ini saya akan membagikan cerita saya, bukan, tepatnya pengalaman yang emang gak jelas, aneh, lucu, dan pastinya emang unik dan berkesan banget buat saya.. nah mari teman-teman kita lihat cerita saya.. so watchout!
TOMCAT
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Ya,
sebuah liburan yang menyenangkan dan sebuah perpisahan yang akan sangat terasa
menyedihkan. Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju tempat peristirahatan
setelah melalui perjalanan yang memakan waktu cukup lama. Disini, sekarang aku
berdiri, tepat di depan Hotel yang cukup besar dan megah. Dengan membawa satu
koper dan satu ransel yang cukup berat, aku memasuki hotel yang menarik
perhatian di sekelilingku.
“Hei Tar! Buruan kesini nanti gak
dapet kamar lho!” seru Dea yang berjarak 1 meter di depanku. “Iya, buruan..
nanti gak dapet kamar baru tahu rasa lho!” sahut Riri dengan wajah lelahnya.
“Elu jalan lelet amat sih, buruan nih capek!” omel Giras dengan wajah betenya. “Yuk men, buruan jalannya,
mereka udah pada ngomel tuh!” kata Nanda sambil menarik tanganku secara paksa
untuk menyusul mereka yang berjalan
terburu-buru di depanku. Aku mengangguk dan berlari menyusul mereka yang sudah
hampir berada di bawah tangga.
Mereka, sahabat yang selalu mengisi
hari-hariku dengan penuh warna pelangi. Sahabat yang belakangan baru ku kenal
dua tahun lalu, tapi aku sudah merasa nyaman dengan mereka. Itulah arti
sahabat, tempat kau merasa nyaman saat bersamanya.
Tidak mudah membentuk persahabatan, karena yang kualami sangatlah sulit mencari
sahabat yang bisa kau percaya.
Persahabatan Ini dibentuk ketika aku
kelas 1 SMP , saat itu aku sudah berteman baik dengan Dea, tepatnya Dea Revita,
ia orang yang sangat ceria dan pintar tetapi aku tidak terlalu akrab dengannya
walaupun ia teman sekelasku namun Ririlah yang memulai persahabatan ini. Ya,
Riri Prilla, ketika kelas 2 SMP, aku masuk program kelas Inovasi yang merupakan
kelas prestasi di sekolahku, SMPN 1 Balaraja. Saat memasuki semester kedua di
kelas 8, Riri, siswi yang berada di kelas regular bergabung ke kelas inovasi
karena otaknya yang pintar, ia mendapat beasiswa. Kebencian pun muncul di kelas
inovasi karena ada saingan yang tak diundang namun, hal itu membuatku sadar
bahwa aku saling membutuhkan orang lain, walaupun sedikit kesal dengan keadaan
saat itu, tapi lama-kelamaan aku, Dea dan Riri berteman akrab lalu kami
membentuk persahabatan, trio. Saat
kelas 3 SMP, empat teman lain bergabung dengan kami, dua siswa dan dua siswi,
Alpha, Aji, Giras dan Nanda. Kami bertujuh saling bermain dan berdiskusi
bersama, namun Double A ini-Alpha dan
Aji, jarang berkumpul dengan kami, hanya saat berdiskusi saja, namun hal itu
tidak memecahbelahkan persahabatan kami, Pelangi, tujuh warna, tujuh mimpi,
tujuh cita-cita bersatu menjadi generasi maju penerus bangsa ini. Masing-masing
mempunyai kelebihan yang berbeda-beda dan bersatu menjadi sangat kokoh dan
indah, seperti Pelangi. Namun awal semester dua kelas 9, Alpha pindah sekolah dan
Pelangi kami kehilangan satu warna, Hijau, ia teman yang paling pintar dalam
bidang matematika, dan kini kami kehilangannya, sedih namun itu tetap tidak
meruntuhkan persahabatan kami sampai sekarang! Begitu indah sebuah
Persahabatan, nostalgia itu membuatku sedih.
“men! Kok malah diem sih, ayo naik
tangga! Keburu keduluan yang lain!” seru Riri yang-membuyarkan lamunanku-sudah
naik tangga menuju lantai dua.
“ayooo Men! Buruu.. lho Men eluu
nangis?” tanya dea, “eng.. enggak kok!” seruku tegas seraya menyeka air mata
yang hampir menetes, “oh ya, emang kamar kita dimana sih?” tanyaku.
“Lantai tiga, nama kamarnya Nusantara
03.” Jelas Giras. Aku mengangguk dan bergegas ke kamar kami.
“Akhirnya sampe juga nih... uhhh capek
ya.” Kaya Nanda dengan wajah lelahnya.
“iya, bener capek Nan” sahut Riri yang
membereskan kopernya. “oh ya gue tidur sekasur sama lu ya tar” katanya, aku
hanya mengangguk lelah dan membereskan barang bawaanku, sedangkan Giras
menyalakan TV, yang merupakan fasilitas hotel disini.
Suasana kamar itu sangat dingin, bahkan
dingin sekali malam ini, seperti di gunung. Oh ya, ini memang di gunung
tepatnya dekat dengan daerah gunung. Iya, saat ini kami sedang menikmati
liburan kelulusan SMP, di Yogyakarta dan hotel kami dekat dengan gunung Merapi.
Ada tiga Bus dari sekolahku yang berwisata ke Yogya, karena itu suasana di
hotel ini cukup ramai.
“ada apa sih diluar? Kok berisik banget!
Udah malem juga!” omel Riri yang terganggu dengan kebisingan di luar. Giras,
Dea, dan Riri pun keluar dari kamar dan aku mengikutinya.
“heh! pada berisik amat sih! Udah malem
juga bukan pada tidur besok kan masih ada tour lagi pagi-pagi” omel Riri
panjang lebar.
“Kalo mau ngobrol plus berisik jangan
disini, ganggu orang istirahat aja! Tuh dikamar lo sendiri” kata Dea dengan
sebal.
“yaelah.. numpang aja gak boleh, pelit
ama lu, lagian kan di depan kamar gua gak ada sofanya tauk...” balas Fadel yang
biasa dipanggil perkedel oleh anak-anak.
“salah sendiri, lagian kamar dipojok”
ejek Giras. “tidur lu, udah malem besok kesiangan baru tau rasa lho!”
“santai aja mabro, kita mah udah biasa
begadang lagi, emang lu semua, anak mami yang tidur jam delapan haha..” sahut
taufik yang biasa dipanggil angin topan karena badannya yang besar dan gemuk.
“ehh! Enak aja lu, ngatain orang sembarangan,
elu tuh perut doang yang gede otak mah gak ada isinya, huh!” ejek Dea.
“elu yaa.. ngajak ribut..!” seru Reza
yang sedang memasang sikap kuda-kuda, siap bertempur.
“ehhh..! udah! Udah kalian apaan sih!
Ribut kok malem-malem, gak tau diri! Mendingan kalo mau ada sofanya ambil tuh
sofa sa..!” seruku, bermaksud menengahi adu mulut ini.
“MENTARI! Jangan!” seru mereka, Giras,
Riri, Dea bersamaan sambil memelototiku.
“ehhh, maksud gue.. sofa yang di bawah
sobat, hehe..” kataku pelan. Nyengir.
Fadel CS pun menertawaiku ramai-ramai.
Bermaksud memenengahi pertengkaran malah jadi sasaran bahan tertawaan. Huh sebal!
Di arah kejauhan Dika pun lari terbirit-birit kearah kami.
“woii! Buruan pada masuk kamar, ada Bu
Reni tuh yang mau meriksa kamar kita, ayo buru!” serunya sambil mengajak fadel
CS masuk ke kamar mereka. Aku, Dea, Riri, dan Giras pun ikutan masuk kamar
kami.
“kenapa kalian?” tanya Nanda yang sedang
nonton TV sambil tiduran.
“ada bu reni” sahut Giras. Kami pun ke
kasur masing-masing. Di kamar ini ada empat kasur, tiga ranjang dan satu kasur
raci bawah. Nanda tidur di kasur dekat dengan jendela, Dea dikasur pojok dekat
dengan tembok kamar mandi, aku dan Riri di kasur tengah dan Giras di kasur raci
bawah. Tapi sekarang aku di kasur Giras sedang nonton TV.
Saat aku hendak mengganti channel TV memakai remote, tiba-tiba serangga berukuran semut kerangkang jatuh dari
atas, refleks aku memukul serangga itu dengan remote TV sampai mati.
“ngapain sih lu?” tanya Giras yang
sedang asyik nonton TV dan main HP.
“matiin serangga. Tadi ada serangga yang
jatoh dari atas” sahutku sambil mendengarkan music player earphoneku.
“serangga? Sserangga apaan?” tanya Riri
yang tiba-tiba bangun mendekatiku.
“tuh serangga kayak semut” sahutku
seraya menunjuk lantai yang serangga tadi kumatikan. Riri pun mendekati
serangga dilantai itu dan mengamatinya bak seorang profesor peneliti zaman
purbakala.
“kenapa RI?” tanya Giras, namun ia tak
menjawabnya.
“kenapa Ri? Ada ap..” tanyaku.
“ITU MAH TOMCAT MENTARI! BUKAN SEMUT!”
teriaknya membuat Dea dan Nanda terbangun dari tidur lelapnnya.
“ada apa sih Ri?” tanya Dea dan Nanda,
yang masih mengantuk, bersamaan.
“elu temuin tuh serangga dimana?” tanya
Riri panik, “atas” sahutku masih menatap televisi. Riri pun mendongak keatas
dan memperhatikan dinding atas seksama.
“Men! Men!” seru Riri menarik-narik
bahuku, “Apaan sih Ri?” sahutku.
“Lihat ke atas deh, ada banyak serangga
kayak tadi, itu kayaknya tomcat deh.. Men!” kata Riri panik, aku pun mendongak
keatas dan menatap Riri lagi, “Apaan sih Ri, denger ya di hotel kayak gini
malah ada Tomcat Ri..” kataku, malas
menanggapinya.
“tau lu Ri ada-ada aja!” timpal Giras.
Dea dan Nanda pun tidur kembali. “bener deh, gue pernah lihat di berita,
ciri-ciri tomcat itu ada garis belang-belang jingga kehitaman, terus
kalo kita digigit bisa bengkak tau. Percaya deh! Men!” teriak Riri ditelingaku.
“Ras, coba deh lu sms si Fadel CS, tanyain dikamarnya ada serangga gak..”
kataku kepada Giras. Giras pun meng-sms Fadel,
namun tak mendapat balasan.
“Nan.. Nanda coba geh telpon si Fadel,
nomor lu sama-sama telkomselkan? Tanyain ada serangga gak dikamarnya..” kataku
kepada Nanda yang kelihatan masih ngantuk gara-gara teriakan Riri. Nanda pun
menelepon Fadel, dan ternyata diangkat.
“Ada
apa?” tanya Fadel melalui ponsel. “Del, di kamarlu ada serangga gak?” tanya
Nanda, “hah.. appaa?” tanyanya, “Dikamar lu ada serangga gak?” tanya Nanda
kesal.
“Tomcat
maksud lu?” tanya fadel balik. Dea, Giras, aku pun mendekati Nanda untuk
mendengarkan Fadel, terutama Riri yang mukanya agak pucat ketakutan. “tuh kan
bener gue bilang, Tomcat!” seru Riri, “Sssttttt!” seru Giras. “gak tau tuh
serangga, tomcat atau bukan, tapi banyak banget diatas..” kataku, “Yaudah
matiin aja lampu kamar, nyalainnya lampu tidur yang ada di dinding dekat TV
itu!” kata Fadel tenang lalu telepon pun ditutup. Sesaat kami pun
terdiam. Hening dan sama-sama melihat ke dinding atas dan lalu ke lampu tidur
dekat TV, tiba-tiba...
“tok!tok!” suara pintu kamar kami
terketuk.
“aaaaaahhhhhhhhh!” jerit Riri keras yang
membuatku dan teman-teman lain panik. Riri yang ketakutan pun bersama Giras
yang sedang sakit kakinya, menghambur ke kasur Dea yang aman. Aku pun membawa
sapu yang ada di kamar, waspada terhadap ancaman yang ada di luar. “Sssttt!”
seru Nanda berbisik kepada kami menuju pintu. “TOK!! TOK!! TOK!!” kali ini
ketukan pintu lebih keras. Aku mengikuti Nanda dari belakang.Dan pintu pun
terbuka...
“Astaghfirulah, lu ngapain Mentari?
Bawa-bawa sapu gitu?” tanya Gabus yang biasa dipanggil Kakek Brimop.
“Alhamdullillah...!” seru kami, aku, Nanda, Riri, Giras, dan dea bersamaan.
“eh elu bus, ngapain lu kesini?” tanyaku
sarkatis. “ngapain? Gue kesini tuh mau bantuin kalian, bisa gak ngusir tuh sih
tomcat, terus bisa gak hidupin lampu tidur yang diatas TV..” katanya sok peduli
dan sok bijak. “ elu sendiri ngapain bawa–bawa sapu gitu, mau nyapu mbak?”
tanyanya kepadaku.
“kirain Mentari hantu, makanya dia
jaga-jaga bawa sapu hehe.” Sahut Riri, dan seketika itu juga pipiku memerah-malu,
kirain hantu malah TNI AD yang datang.
Uuhhh gak pa-pa deh daripada hantu yang datang, batinku.
Si Gabus pun nyengir. “eh siapa yang
nyuruh lu kesini?” tanya Nanda curiga. “tuh..” kata gabus seraya menunjuk
kebelakangnya. Ternyata ada Fadel CS yang datang dengan anak buahnya.
“mana yang perlu dibantu.. sini gue
bantu!” kata Pria yang tiba-tiba menerobos masuk, tidak tahu sopan santun.
Gabus dan beberapa temannya pun masuk ke kamar kami dan membantu menyalakan lampu,
alih-alih membantu, teman lainnya
memakan snack-ku yang ada di
samping TV, termasuk si Pria, bahkan si angin topan, Taufik membawa wafer Chesee Cracker-ku.
“eehh.. makanan gue mau lu bawa kemana?”
tanyaku. “hehe.. bagi ya di kamar gue kehabisan makanan..” sahut Taufik sambil
berlari menuju kamarnya. “heh! Balikin snack gue!” seruku.
“udah selesai nih” kata Gabus. “yaudah
sono... balik lagi ke kamar lu, oh ya makasih!” kataku kesal karena snack-ku dibawa
teman-temannya. “yaelah.. sebagai imbalan gak pa-pa kali, cuman snack ini..”
kata Fadel, enteng. Mereka pun kembali kekamarnya.
Aku pun menutup pintu. “yaudah Men,
sabar, orang sabar disayang tuhan” kata Giras. “harusnya kita kasih sesajen
mereka, kan mereka udah bantuin kita ngusir tomcat”
kata Riri, “ngapain sih? Aneh-aneh aja lu Ri!” kata Dea dengan posisi tidur
nyaman di kasurnya. “kayaknya gue setuju deh dengan usul Riri..” kata Nanda
tiba-tiba, “ oh ya sebentar gue ambil wafer sama permen ditas gue..” katanya,
“nah ini!” katanya mengeluarkan snacknya.
Lalu Nanda menaruh snacknya diluar kamar, diatas sofa depan kamar. Ia pun meng-sms Fadel untuk mengambil snack
diluar sebagai tanda terima kasih. Kami pun mengintip dari gorden kamar, dan
seketika itu Fadel CS mengambil snack yang kami taruh luar.
Kami pun berkumpul di kasur Giras saling
pandang, lalu tertawa bersama mengingat kejadian barusan. Benar-benar
pengalaman yang lucu dan unik, dan yang pastinya tidak akan pernah kulupakan.
Liburan yang menyenangkan bersama sahabat yang selalu ada menemani kita, dan
mengisi hari-hari kita dengan penuh warna Pelangi.
Satu lagi tidak akan ada perpisahan, sahabat tetaplah sahabat, selalu ada
walaupun jarak dan waktu yang akan menghalangi suatu saat. Ya, suatu saat
nanti.
Terima
kasih Tomcat, yang menjadikan hari ini sangat menyenangkan dan indah, bisikku
dalam hati.
Notes :
Cerita ini emang sengaja saya buat dalam wujud cerpen. for you.. the Readers! Hope you like it!
Tunggu project selanjutnya, rencananya sih mau nulis novel.. tapi belum sempet nulisnya.. jadi tunggu aja ya, kalo ada novel by Mentari Arsharanti di Gramedia hahaha #WISHED #Kidding love you all.... :)
TOMCAT
BY
MENTARI ARSHARANTI
Komentar
Posting Komentar